Kaji Daikou - 24

When I Started Working as a Part-Time Housekeeper, I Ended Up Being Liked by the Family of the Most Beautiful Girl in the School
Saat Aku Memulai Pekerjaan Layanan Rumah Tangga Paruh Waktu, Aku Berakhir Disukai oleh Keluarga Gadis Tercantik di Sekolah

https://ncode.syosetu.com/n8745if/24/


Bab 24: Jarak dalam Genggaman Kekasih


Layar bioskop menampilkan kredit akhir film.
Sambil terus memandanginya, Haruto berandai akan bagus kalau kredit akhir itu bisa berlangsung selamanya.

Kemudian dia menundukkan pandangannya ke tangan kirinya.

Melihat tangan nya yang bergandengan seperti sepasang kekasih dengan tangan kanan Ayaka, Haruto berusaha keras menahan senyumnya agar tidak bocor.

Menggenggam tangan seorang gadis cantik. Bagi seorang anak SMA biasa, ini adalah impian yang membuat sulit untuk tidak tersenyum.

Tak lama kemudian, kredit akhir berakhir. Lampu teater kembali dinyalakan seperti saat awal sebelum pemutaran, membuat ruangan terlihat lebih terang.

Penonton yang tersisa serentak berdiri dan berjalan menuju pintu keluar, diiringi suara langkah-langkah kaki serta komentar dan pendapat mereka tentang film tadi, menciptakan suasana yang mendadak ramai.


"…Gimana kalau kita, duduk sedikit lebih lama?"

"…Ya, boleh."


Kalau mereka langsung menuju pintu keluar sekarang, mungkin mereka harus melepaskan genggaman tangan mereka karena keramaian.

Haruto, yang ingin memperpanjang momen-momen ini sedikit lebih lama, mengusulkan untuk menunggu sampai suasana lebih sepi.

Ayaka, meski terlihat sedikit malu, mengangguk setuju dengan usulan itu.


(Kuharap... Toujou-san juga ngerasain hal yang sama.)


Keinginan untuk tetap saling menggenggam tangan.

Kalau perasaan itu ternyata perasaan yang sama-sama dirasakan olehnya.

Sambil memperhatikan jumlah penonton yang semakin berkurang, Haruto sesekali mencuri pandang ke arah Ayaka, mencoba membaca isi hatinya.


(Kira-kira, apa yang Toujou-san pikirin soal aku, ya....?)


Kenyataan mereka masih bergandengan tangan menunjukkan kalau Ayaka memiliki perasaan yang positif terhadap Haruto.
Meski awalnya Ayaka mengatakan alasan mereka bergandengan tangan adalah untuk menghindari perhatian laki-laki asing, tidak mungkin Ayaka mau melakukannya dengan orang yang tidak dia sukai.
Namun, jika ditanya apakah ini tanda perasaan romantis, Haruto belum sepenuhnya yakin.


(Entah kenapa aku ngerasa kalau Toujou-san ini agak polos… atau, agak ceroboh?)


Meski mereka belum lama mengenal, interaksi yang terjadi sejauh ini membuat Haruto menduga Ayaka mungkin tipe gadis yang polos atau ceroboh.


(Aku salah paham antara 'love' sama 'like', mengungkapin perasaanku, terus ditolak… itu mungkin banget terjadi....)


Haruto membayangkan dirinya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan, hanya untuk mendengar Ayaka berkata, "Eh? Maaf, aku suka kamu, tapi cuma sebatas teman aja.". 
Membayangkan skenario seperti itu sudah cukup membuat Haruto merasa sakit hati.


(Apalagi aku masih harus terus ke rumah Toujou-san buat pekerjaan asistensi rumah tangga… Kalau aku ditolak, itu bakalan jadi neraka hidup buat aku.)


Itu adalah masa depan yang harus dia hindari bagaimanapun caranya.
Saat dia memikirkan hal itu, hampir semua penonton sudah meninggalkan teater.


"Gimana kalau kita keluar sekarang?"

"Ya, yuk."


Haruto berdiri lebih dulu dan dengan lembut menarik tangan Ayaka, membantunya untuk berdiri.


"Makasih…"

"S-sama-sama."


Ayaka mengucapkan terima kasih dengan wajah malu-malu, membuat Haruto tersipu dan mengalihkan pandangannya.


"Yuk, keluar."

"Ya."


Masih bergandengan tangan, mereka berjalan menuju pintu keluar ruang teater.
Karena mereka menunggu sampai suasana lebih sepi, mereka bisa keluar dengan lancar tanpa harus melepaskan genggaman tangan.


"Emm, gimana kalau kita mampir ke kafe?"

"Ya... itu ide yang bagus."

"Ada kafe yang pengen kamu kunjungi, Toujou-san?"

"Hmm, kalau kamu gimana, Ootsuki-kun?"

"Kalau Toujou-san nggak keberatan, gimana kalau kita pergi ke kafe yang ini."


Ucap Haruto sambil membuka situs web kafe yang telah dia cari sebelumnya di ponselnya, lalu memperlihatkannya kepada Ayaka.


"Kamu udah nyari info tempat ini, ya. Makasih."


Ucap Ayaka sambil sedikit membungkuk untuk melihat ponsel Haruto. Karena mereka sedang bergandengan tangan, Haruto memegang ponsel dengan tangannya yang satunya, dan karenanya jarak di antara mereka menjadi lebih dekat, dengan bahu mereka saling bersentuhan.


"Suasananya keren banget. Aku juga suka tempat yang kayak ini."

"O-oh, begitu ya. Kalau begitu, kita ke sini aja."

"Ya!"


Ayaka melihat layar ponsel Haruto dari jarak dekat. Saat dia mencondongkan tubuhnya untuk melihat layar, rambut panjang sepunggungnya tergerai dengan halus. Rambutnya yang berkilau keemasan saat terkena sinar matahari itu, Ayaka menyapunya ke belakang telinga dengan tangan satunya yang tidak menggandeng tangan Haruto.

Gerakan gadis yang menyapu rambut ke belakang telinga adalah salah satu gerakan yang paling membuat laki-laki terpesona. Tak heran, Haruto langsung takjub dan terkesima saat melihatnya.

Tangan putihnya yang ramping saat menyapu rambutnya, serta sedikit leher mulusnya yang terekspos karena gerakan itu, membuat Haruto hampir tak bisa mengalihkan pandangannya. Dia berusaha keras untuk tidak terpaku oleh pemandangan itu, seolah-olah pandangannya tersedot bagai tersedot lubang hitam.

Masih bergandengan tangan, Haruto dan Ayaka berjalan di dalam gedung stasiun. Setiap orang yang lewat hampir pasti akan melirik Ayaka. Kemudian, seolah-olah mengamati, pandangan mereka akan beralih ke Haruto.

Bagi orang-orang yang tidak tahu apa-apa, mereka pasti akan menganggap Haruto dan Ayaka sebagai pasangan kekasih. Bagaimanapun juga, mereka saat ini sedang bergandengan tangan dengan gaya "kekasih". Dan mengingat Ayaka adalah gadis cantik luar biasa, tak heran kalau banyak orang mengamati Haruto, mencoba menilai apakah dia pantas menjadi kekasih Ayaka.

Biasanya, Haruto mungkin akan merasa tidak nyaman dengan pandangan seperti itu. Namun, saat ini, dia sama sekali tidak peduli dengan pandangan orang-orang.

Itu karena, jaraknya yang sangat dekat dengan Ayaka membuatnya merasa tidak peduli dengan apa pun selain berada di dekat gadis manis ini.

Pada permulaan hari itu, mereka tidak bergandengan tangan, jadi jarak diantara mereka masih cukup jauh. Tapi kemudian, setelah mereka mulai bergandengan tangan, meskipun awalnya hanya berpegangan tangan biasa seperti saat berjabat tangan, jarak diantara mereka tidaklah terlalu dekat. Namun sekarang, saat mereka bergandengan tangan seperti pasangan kekasih, jarak diantara mereka menjadi terasa sangat dekat.

Saking dekatnya, bahu mereka bersentuhan dan kadang-kadang lengan Haruto merasakan sentuhan lembut yang hampir tak terlihat dari tubuh Ayaka. Gaya bergandengan dalam genggaman kekasih membuat lengan mereka tertaut dengan jarak yang sangat dekat, dan tentu saja, Haruto merasa agak gugup dengan jarak ini.


(Kalau saja Toujou-san itu beneran pacarku, mungkin perasaan ini bakalan sedikit berbeda...)


Pikiran itu melintas di kepala Haruto, sementara dia sesekali menatap Ayaka di sebelahnya. Ayaka tampaknya merasa malu juga berjalan dengan gaya bergandengan tangan ini, karena pipinya tampak memerah hingga ke telinga. Namun, meskipun tampak malu, tangannya tetap menggenggam erat tangan Haruto.

Dengan perasaan malu karena bergandengan tangan, keduanya akhirnya tiba di kafe yang mereka tuju.


"Selamat datang. Kami akan mengantar Tuan dan Nona ke tempat duduk."


Pramusaji yang berada di pintu masuk mengantar Haruto dan Ayaka ke dalam kafe.


"Silakan duduk di sini."


Meja yang ditunjukkan oleh pramusaji berada di dekat jendela, dengan pemandangan kota yang indah tampak di luar.


"Wah! Pemandangannya indah banget, Ootsuki-kun!"

"Iya, indah banget."


Kafe ini terletak di satu lantai di bawah lantai bioskop di gedung stasiun. Karena itu, pemandangan dari jendela cukup menakjubkan, dan jika malam, mereka bisa menikmati pemandangan kota yang indah.

Ayaka yang senang dengan pemandangan dari lantai tinggi membuat Haruto tersenyum tanpa sadar.


"Yuk kita duduk."

"Yuk! ...Ah."


Saat mereka hendak duduk, Ayaka sepertinya menyadari sesuatu, lalu dia melihat ke tangan kanannya, yang masih bergandengan tangan dengan tangan Haruto.


"Tangan... kita harus lepasin gandengan."

"Iya, benar."


Keduanya membuka telapak tangan mereka dengan perlahan dan melepaskan genggaman tangan mereka.

Setelah beberapa jam, gandengan tangan mereka kini terpisah. Kehangatan yang tadinya ada itu kini menghilang, dan Haruto merasa sedikit kesepian dengan hilangnya sentuhan itu dari telapak tangannya.


"Silakan, ini air dingin untuk Tuan dan Nona. Jika sudah memutuskan pesanan, silakan beri tahu kami. Terima kasih."


Setelah mereka duduk, pramusaji meletakkan dua gelas air di meja dan memberi salam sopan sebelum pergi. Senyum pramusaji itu sangat cerah, seolah ingin berkata, "Saya baru saja menyaksikan sesuatu yang berharga. Saya ucapkan erima kasih yang amat banyak."


"Aku mau pesen kopi hitam, kamu gimana, Toujou-san?"

"Aku mau pesen es cafe au lait."

"Apa ada lagi yang mau dipesen?"

"Enggak, ini udah cukup kok."

"Oke."


Setelah memutuskan pesanan, Haruto memanggil pramusaji yang tadi untuk memesan. Pramusaji itu melayani mereka dengan senyum cerah, membuat Haruto merasa sedikit malu.

Setelah memesan, Haruto meminum sedikit air untuk melembapkan tenggorokannya yang kering karena gugup sejak tadi. Ayaka kemudian berbicara padanya.


"Gimana menurutmu filmnya, Ootsuki-kun? Seru nggak?"

"Eh? Ah, iya... Aku pikir sih mungkin film itu bakalan jadi film yang bakalan aku ingat seumur hidup."


Akibat bergandengan tangan dengan Ayaka, Haruto tidak bisa mengatakan kalau dia tidak bisa fokus sama sekali pada film itu, jadi dia menjawab dengan agak samar.


"Kalo kamu gimana, Toujou-san?"

"Seru banget! Tapi..."

"Tapi?"

"Eee... dari pertengahan film... aku agak... enggak paham sama jalan ceritanya."


Mungkin yang dimaksud Ayaka adalah bagian ketika Haruto melakukan pembalasan.


"...gitu ya."

"Ya... tapi aku pikir aku juga nggak bakalan bisa lupain film itu."


Ucap Ayaka dengan malu-malu. Senyum Ayaka yang begitu cerah itu membuat Haruto merasakan detakan jantungnya semakin cepat.


"...Kita sama ya."

"Iya... sama."


Ucap keduanya satu sama lain dengan malu-malu, yang kemudian disusul dengan keheningan singkat.


"Emm, ngomong-ngomong soal itu. Soal jadwal ke kebun binatang."

"Ah, iya! Benar, kita harus putusin soal itu."


Mendengar perkataan Haruto, Ayaka mengangguk seolah baru ingat. Sebenarnya, pembicaraan tentang kebun binatang lebih penting daripada film, namun sepertinya Ayaka lupa akan hal itu.

Haruto tersenyum canggung melihat Ayaka yang lupa.


"Toujou-san ada kebun binatang yang pengen kamu kunjungi?"

"Ada, aku pengen pergi ke tempat di mana kita bisa berinteraksi sama hewan-hewan."

"Benar juga."


Haruto mengangguk setuju dengan pendapat Ayaka.

Sebenarnya, ide untuk pergi ke kebun binatang muncul setelah Ayaka terlihat ceria saat melihat anak anjing di toko perkakas.


"Hmm, meskipun ini bukan kebun binatang, gimana kalau kita pergi ke 'Taman Edukasi Margasatwa'?"

"Ah, kayaknya itu pilihan yang bagus!"


Ayaka setuju dengan usulan Haruto.

'Taman Edukasi Margasatwa' adalah taman luas yang bertemakan alam, di mana selain ada area interaksi dengan hewan, ada juga area bermain dengan banyak peralatan permainan, serta area air untuk bermain yang sangat menyenangkan saat cuaca panas.


"Soalnya Ryouta-kun juga ikut, jadi kayaknya bakalan lebih seru kalau ada banyak aktivitas yang bisa dilakuin, biar Ryouta-kun nggak cepat bosan."

"Ya, ya, benar!"

"Oh iya, di sana ada juga ada area rumput, jadi kita bisa bawa bekal terus piknik di atas tikar di rumput."

"Itu ide bagus! Aku setuju banget!"


Ayaka menyetujui dengan semangat.


"Jadi, kita sepakat buat pergi ke 'Taman Edukasi Margasatwa*', ya?"

"Ya! Kita sepakat! Sekarang tinggal nentuin jadwalnya, kapan kamu bisanya, Ootsuki-kun?"

"Hmm, aku sih bisa kapan aja, tapi kalau besok, aku ada kerja paruh waktu, tapi kalau lusa aku libur."

"Ah, benar juga."


Mendengar tentang pekerjaan paruh waktu Haruto, Ayaka sedikit merasa canggung.


"Apa nggak apa-apa kalo aku buat kamu datang ke rumah pas hari libur?"


Pekerjaan paruh waktu Haruto adalah membantu pekerjaan rumah di kediaman keluarga Toujou. Jadi, kalau Haruto datang besok, dia akan datang ke kediaman Toujou dua hari berturut-turut. Ditambah lagi, dia akan bekerja lagi pada hari ketiga.

Jadi, Haruto akan datang ke kediaman Toujou selama empat hari berturut-turut mulai besok.


"Enggak, aku nggak keberatan kok."

"Beneran? Kalau kamu ngerasa enggak enak, bilang aja."

"Tidak masalah sama sekali kok! Aku juga senang bisa main sama Ryouta-kun."

"Kalau aku bilang ke Ryota apa yang kamu bilang barusan, Ootsuki-kun, anak itu pasti bakalan seneng banget."


Mereka berdua membayangkan reaksi Ryouta dan terkekeh bersama.


"Kalau gitu, aku yang siapin bekalnya terus paginya aku jemput ke rumahmu, Toujou-san."


Ucap Haruto, namun Ayaka menggeleng.


"Jangan, aku jadi nggak enak kalau kamu yang siapin bekal. Lagian, pas hari itu Ootsuki-kun bukan datang buat kerja, aku aja yang siapin bekalnya."

"Nggak masalah kok. Aku juga tidak benci memasak."

"Tapi..."


Ayaka terlihat canggung.

Setelah berpikir sejenak, Ayaka tiba-tiba mendapatkan ide.


"Gimana kalau kita buat bekalnya bareng?"

"Ah, itu ide yang bagus. Ya udah, kita siapin bareng aja."

"Ya!"


Ayaka mengangguk dengan senang.

Begitulah, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat bekal bersama pada pagi hari lusa, dan kemudian pergi bertiga ke 'Taman Edukasi Margasatwa' bersama Ryouta.


======
*TLN: どうぶつの森公園 (Doubutsu no Mori Kouen: Animal Crossing Park (GTL); Animal Forest Park (Googling).)



Terima Kasih Telah Singgah!

Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak berupa komentar
Pertimbangkan pula untuk mendukung lewat Trakteer
Gabung ke Channel WhatsApp untuk informasi dan pembaruan

Posting Komentar

Berkomentarlah seperti manusia yang beradab!

DAME DESU YOOO~
SORE WA HARAM DESU!!!