Tearmoon Empire Story I - Bab 69

Atur ukuran font:
Tearmoon Empire Story (WN)
Hikayat Kedirajaan Tearmoon
Lakon 1 - Tuan Putri Yang Terpancung

Penulis: Mochitsuki Nozomu

69 - Tuan Putri Mia Keletihan Mental


Ludwig mengunjungi Mia lima hari setelah dia pulang ke Kedirajaan.

"...Diriku letih."

Lima hari yang tidak mudah dilalui oleh sang Putri: memberi salam kepada Adiraja yangmana ayahandanya, memberi salam kepada para bangsawan agung, dan mengadakan pesta untuk memperingati kepulangannya. Hanya karena dia seorang Tuan Putri bukan berarti dia bisa bermalas-malasan sepanjang hari.

"Diriku merindukan kehidupan sekolah yang santai."

Mia ingin kembali ke sekolah secepatnya. Di sana Mia bisa bermalas-malasan sepuasnya.

Saat itulah pengikut setianya, Ludwig, datang berkunjung.

"Selamat kembali, Putri Mia. Kami bahagia anda telah kembali dengan selamat sentosa."

Wajah Ludwig yang tidak ramah seperti biasanya mengundang nostalgia karena suatu alasan.

"Sepertinya engkau baik-baik saja, Ludwig."

Dengan salam singkat, Ludwig mulai melaporkan urusan Kedirajaan selama Mia tidak di tempat.

"Tidak cukup..."

Setelah menerima semua laporan, Mia menghela nafas.

"Tentunya, cadangan bahan makanan kita sedikit, tapi Putri Mia, menurut saya kemungkinan besar jika kita terus menimbun jumlah, bahan makanan hanya akan terbuang percuma."

Ludwig tidak dapat memahami kekhawatiran Mia. Jumlah yang dinginkannya sama besarnya dengan jika mereka sedang mempersiapkan bencana kelaparan skala besar. Sesuatu yang belum pernah dialami Kedirajaan sebelumnya. Saat ini, mereka mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup untuk memberi makan rakyat selama beberapa tahun jika panen gagal. Permintaan Mia sepertinya terlalu berlebihan. Bagi Ludwig, krisis keruntuhan finansial tampaknya merupakan masalah yang lebih mendesak.

Menimbun berarti menyimpan makanan di gudang. Jika tidak terjadi apa-apa, uang yang dihabiskan di sana akan terbuang percuma. Selain itu, menyimpannya di gudang saja juga membutuhkan biaya. Ini adalah masalah yang pasti dipahami oleh Mia.

Meski begitu, Mia tetap mempertahankan pendiriannya.

"Putri Mia, saya percaya kepada anda. Jika anda ingin menambah persediaan bahan makanan kita, saya bisa menambahnya. Tapi anda harus menjelaskan hal ini kepada para bangsawan lainnya."

"Apa yang engkau maksud dengan itu?"

"Saya telah mengedarkan pemberitahuan kepada para bangsawan untuk tidak memubazirkan uang. Namun, jika kita menyatakan bahwa kita meningkatkan jumlah persediaan bahan makanan yang disimpan, kita mungkin akan mendapatkan banyak kritik tentang persediaan ini hanya akan terbuang percuma; dan tentang andalah yang memubazirkan.”

"Itu benar. Orang-orang seperti mereka sangat pandai mencari-cari kesalahan orang lain."

Dari sudut pandang Mia, menambah persediaan adalah hal yang wajar. Bagaimanapun juga, Mia tahu pasti bahwa kelaparan besar akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Sungguh membuat frustrasi karena Mia tidak dapat menjelaskan bahwa meskipun mereka mempunyai persediaan yang besar, mereka masih membutuhkan lebih banyak persediaan.

"Diriku pikir kita perlu untuk mengubah cara pendekatan kita."

Mia menghela napas sedikit dan menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikirannya.

"Ludwig, engkau bilang engkau percaya kepadaku. Silakan terus simpan cadangan makanan dengan asumsi kelaparan besar akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang."

Mendengar itu, mata Ludwig menyipit.

"Apakah anda bermaksud mengatakan bahwa kita tidak sedang bersiap menghadapi bencana kelaparan yang mungkin akan terjadi, melainkan bersiap menghadapi bencana kelaparan yang pasti akan terjadi?"

"Itu benar. Selain itu, diriku ingin menanyakan sesuatu, tetapi jika kita tidak dapat menyimpan cukup cadangan bahan makanan, apa yang harus kita lakukan ketika bencana kelaparan terjadi?"

"Dipikirkan secara normal, kau harus menggunakan saudagar dan niagawan untuk mengangkut bahan makanan ke Kedirajaan."

Ya, Mia paham tentang itu. Akan tetapi……,

"Kalau begitu, maka keuangan akan bangkrut. Tidak ada yang lebih mahal daripada bahan makanan disaat masa kelaparan."

"Itu tidak dapat dipungkiri. Harga melambung naik ketika permintaan melebihi pasokan. Wajar saja jika semakin banyak orang menginginkannya, semakin tinggi harganya."

"Kita harus memasang batas mengenai hal itu."

Jika tidak dibatasi, maka akan mencapai titik di mana sekantong gandum bisa membeli sebuah kastil. Dia pernah mengalami neraka semacam ini secara langsung…

――Satu-satunya cara untuk mencegah saudagar mengambil keuntungan adalah dengan menimbun lebih banyak makanan, akan tapi…

Itu tidak bisa dilakukan. Harapan untuk meningkatkan pasokan sangatlah kecil. Semua hasil panen hampir musnah. Bahkan jika mereka melipatgandakan lahan pertanian di Kedirajaan sebanyak sepuluh kali lipat, itu masih belum cukup dan tidak terlalu efisien.

――Pertama-tama, situasinya tidak adil! Mengapa hanya Kedirajaan yang harus menderita? Bukan berarti semua bahan makanan di seluruh dunia lenyap tak bersisa!

Anehnya, Mia tidak hanya bermain-main di sekolah. Meskipun dia memang suka bermalas-malasan, tapi dia juga belajar dengan baik. Pada suatu saat, Mia, yang sedang meneliti tentang kelaparan, menemukan bahwa dia salah memahami bagaimana kelaparan terjadi.

Kelaparan tidak hanya dan semata disebabkan oleh kekurangan pangan. Hal ini terjadi karena aliran bahan makanan yang terhenti. Bukan karena tidak ada bahan makanan, melainkan karena makanan tersebut tidak sampai ke masyarakat. Ini bukan soal pasokan, tapi soal distribusi.

Bisnis dengan membawa bahan makanan ke daerah terdampak kelaparan dan menjualnya dengan harga tinggi adalah bagaimana bisnis makanan itu.

"Oh, itu benar!"

Saat itu, Mia tercerahkan. Dia mendapatkan pencerahan! Dia tiba-tiba melompat yang membuat Ludwig tersentak. Tapi Mia mengabaikannya.

Jika makanan bisa dibeli dengan harga murah dari saudagar bahkan saat kelaparan, maka itu akan menyelesaikan masalah mereka…

Itu adalah potongan harga teman. Ya, Potongan Harga Teman!

Ide yang muncul di kepala Mia adalah ide yang sangat lugas dan lebih ke ide egois… Dia berencana menggunakan persahabatan untuk mendapatkan potongan harga.

"Jadi, potongan harga teman……"

Mendengar itu, Ludwig merenung selama beberapa menit,

"Itu… sebenarnya… ide yang sangat bagus."

Dengan suara penuh kekaguman, Ludwig jelas terkesan dengan itu.

DAME DESU YOOO~
SORE WA HARAM DESU!!!

Terima Kasih Telah Singgah!

Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak berupa komentar
Pertimbangkan pula untuk mendukung
Gabung ke Channel WhatsApp untuk informasi dan pembaruan
Bab Sebelumnya
Daftar Isi
Bab Selanjutnya

Posting Komentar

0 Komentar