When I Started Working as a Part-Time Housekeeper, I Ended Up Being Liked by the Family of the Most Beautiful Girl in the School
Saat Aku Memulai Pekerjaan Layanan Rumah Tangga Paruh Waktu, Aku Berakhir Disukai oleh Keluarga Gadis Tercantik di Sekolah
https://ncode.syosetu.com/n8745if/22
Bab 22: Gandengan... Tangan?
Sambil merasakan banyaknya tatapan yang seolah menusuknya, Haruto mencoba sebisa mungkin untuk mengabaikan semuanya sambil terus berjalan.
"Film hari ini, pasti bakalan seru ya!"
Di sebelahnya, Ayaka melangkah ringan dengan semangat, sambil tersenyum manis ke Haruto.
"Ya, aku udah nggak sabar." jawab Haruto, terpana oleh senyum memesona Ayaka. Setelah terdiam sejenak, ia mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
"Hari ini, Toujou-san, kamu... cantik banget."
"Eh!? A-apa iya?"
Hari ini, Ayaka jelas berpakaian khusus untuk jalan-jalan. Jadi, Haruto merasa sudah sepatutnya dia memuji usahanya. Namun, bagi seorang remaja laki-laki, mengucapkan pujian semacam itu terasa memalukan. Baru sekarang ia berhasil menyampaikannya.
Mendengar pujian Haruto, Ayaka tampak terkejut, bahunya sedikit tersentak. Dia melirik Haruto dengan wajah yang tampak malu.
"Ya, hari ini kamu punya memiliki aura kayak wanita dewasa, tapi tetap ada sisi imutnya, Toujou-san. Itu... menawan banget, menurutku."
Sambil mengatakannya, Haruto merasakan panas di telinganya, tanda bahwa ia mulai memerah malu. Ia sebenarnya ingin memberikan pujian dengan cara yang lebih santai dan alami, tapi rasa malu membuatnya tergagap-gagap.
"U-uh... makasih..."
Jawab Ayaka dengan suara kecil sambil menunduk.
Reaksi itu membuat Haruto mulai berpikir, apa pujiannya tadi terlalu berlebihan? Apa itu terdengar aneh? Ia pun mulai mengkhawatirkan hal tersebut.
(Nek, apa aku udah cukup sopan kayak seorang gentleman?)
Saat Haruto terlarut dengan pikirannya, Ayaka yang semula menunduk tiba-tiba mengangkat wajahnya dan menatap Haruto.
"Itu... hari ini Ootsuki-kun juga... kelihatan keren," ucapnya ragu-ragu, sambil melirik malu-malu ke atas.
Tatapan dan nada bicaranya yang malu-malu berhasil menyapu bersih semua kekhawatiran Haruto dalam sekejap.
"Ootsuki-kun dari awal sudah keren sih, tapi hari ini kamu kelihatan lebih, itu... dewasa," lanjut Ayaka sambil tersipu.
Ucapan Ayaka itu membuat jantung Haruto berdegup lebih kencang.
(Oh, jadi ini alasan kenapa banyak cowok-cowok di sekolah nembak Toujou-san.)
Untuk pertama kalinya, Haruto mulai memahami mengapa Ayaka dijuluki "Idola Sekolah." Dia menyaksikan secara langsung secuil dari daya tariknya yang luar biasa.
Sambil saling memuji, keduanya tiba di lantai teratas stasiun, di mana bioskop berada.
Cahaya redup khas area bioskop menyambut mereka, bersama aroma manis khas popcorn yang menggoda.
Setelah menukar tiket yang sudah dipesan, mereka melihat ke arah penjual popcorn yang menggoda dengan aroma karamel yang lezat.
"Toujou-san, kalau nonton film, biasanya beli popcorn atau minuman nggak?"
"Tergantung situasi sih. Aku nggak makan banyak, biasanya barengan sama teman."
"Kalau gitu, mau barengan?"
"Boleh."
"Kalau begitu, aku beli dulu. Tunggu sebentar, ya."
Karena area penjualan cukup ramai, Haruto meminta Ayaka menunggu di tempat, sementara ia mengantri di salah satu dari tiga barisan panjang di depan konter.
"Kayaknya ini bakalan makan waktu agak lama." gumam Haruto sambil bergabung di antrean tengah.
"Yah, masih ada banyak waktu juga."
Karena mereka sengaja bertemu lebih awal dari jadwal, masih ada waktu kosong sebelum film dimulai. Haruto berdiri di antrean yang bergerak pelan, menghela napas ringan.
Setelah terpisah dari Ayaka, tatapan yang sebelumnya terus menusuknya akhirnya menghilang, memberinya sedikit kesempatan untuk bernapas lega.
"Apa tiap kali keluar, Toujou-san diliatin kayak gitu terus ya? Itu pasti capek banget..."
Haruto, merasa sedikit simpati pada Ayaka, tanpa sadar mengalihkan pandangannya ke arah di mana Ayaka menunggu.
Namun, pemandangan yang dia lihat membuatnya terkejut. Ayaka terlihat terganggu oleh tiga pria, yang terlihat seperti mahasiswa, mengajaknya bicara. Wajah Ayaka menunjukkan ekspresi bingung dan tidak nyaman.
Melihat itu, Haruto segera keluar dari antrean yang hampir mencapai gilirannya, lalu dengan langkah cepat berjalan ke arah Ayaka.
"Permisi." panggil Haruto dengan suara cukup keras, membuat ketiga pria itu menoleh ke arahnya.
"Hah? Jadi dia pacarnya? Serius nih?"
Salah satu pria dengan rambut cokelat terang dan banyak anting terlihat sedikit terkejut saat melihat Haruto.
"Oh, jadi kalian lagi kencan ya? Maaf banget, ganggu kalian tadi. Sorry~," ucap pria lain dengan gaya serupa, mengangkat tangannya sedikit untuk meminta maaf pada Ayaka.
"Ah, t-tidak apa-apa," balas Ayaka, sambil dengan cepat mendekati Haruto, seolah mencari perlindungan.
Melihat itu, pria ketiga dengan rambut merah mencolok dan banyak tindikan, termasuk di kelopak mata dan bibirnya, tersenyum lebar dan berkata dengan nada tinggi,
"Eh?! Ini beneran pacarmu? Bukannya cuma temen? Kalau cuma temen, gimana kalau kita semua main bareng aja? Karaoke, main dart, gimana?"
"Maaf, kami sudah ada rencana buat menonton film." balas Haruto dengan nada tegas pada pria berambut merah yang terlihat memaksa.
Namun, pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Tetap dengan senyum lebarnya, dia melanjutkan,
"Masa? Gak masalah, kita tunggu kok. Atau gimana kalau kita ikut nonton filmnya bareng kalian? Seru kan?"
Saat pria berambut merah itu mengajak dua temannya, salah satu pria dengan rambut cokelat mulai terlihat canggung dan berbicara dengan setengah tertawa,
"Udahlah, jangan ganggu mereka. Kasihan tau? Mereka lagi kencan."
"Eh? Seriusan kencan? Enggak kan? Kalian cuma temenan kan? Ayo deh, ngaku!"
Pria berambut merah itu mencoba menatap Ayaka yang bersembunyi di belakang Haruto. Tingkahnya yang semakin keterlaluan membuat Haruto mulai merasa kesal, dan dia hampir membalas ketika Ayaka tiba-tiba berbicara lebih dulu.
"Dia pacarku! K-kami pacaran, J-jadi ini… kencan kami! B-bisa, bisakah kalian pergi…?"
Ayaka berbicara dengan suara pelan yang semakin mengecil di akhir kalimatnya. Melanjutkan kata-kata Ayaka, Haruto dengan tegas berkata:
"...Jadi, bisa kalian berhenti ganggu kencan kami."
Sesaat, Haruto terkejut mendengar Ayaka menyebutnya pacarnya, namun dia segera pulih dan menatap pria berambut merah dengan tatapan tajam.
"Masa? Serius? Beneran pacaran? Kalau gitu, gimana kalau buat minta maaf? Janji deh, cuma mau minta maaf doang kok. Gimana, boleh kan?"
Meskipun sudah diperingatkan, pria berambut merah itu tetap mencoba mencari cara untuk mendekati mereka. Namun, kedua temannya akhirnya menariknya pergi.
"Udah udah, stop! Kasihan tau, anak orang! Ayo cabut!"
"Maaf ya, ganggu kencan kalian. Met senang-senang!"
"Hei! Lepasin! Jangan tarik-tarik napa!"
Dengan suara ribut, ketiga pria itu akhirnya meninggalkan Haruto dan Ayaka.
Haruto menghela napas lega sambil menoleh ke arah Ayaka.
"...Kamu nggak kenapa-napa, Toujou-san?"
Ayaka hanya mengangguk pelan, masih terlihat sedikit tegang, tapi dengan cepat mencoba tersenyum pada Haruto.
"Haaah... orang-orang tadi lumayan maksa, ya."
"Iya... Agak nakutin juga. Untung aja Ootsuki-kun balik..."
"Nggak, ini salahku udah ninggalin kamu sendirian. Aku seharusnya bisa ngira-ngira kalau Toujou-san mungkin bakalan dideketin sama orang-orang kayak mereka. Maaf."
Melihat Ootsuki menundukkan kepala untuk meminta maaf, Ayaka dengan panik menggelengkan kepalanya.
"J-jangan minta maaf! Kamu nggak salah apa-apa, Ootsuki-kun! Harusnya, aku yang minta maaf, soalnya... soalnya aku bilang kalau kamu itu... pacarku."
Ayaka menunduk, tampak merasa bersalah. Melihat itu, Haruto tersenyum dan membalas.
"Nggak apa-apa. Orang tadi emang cukup maksa, jadi kalau nggak bilang gitu, mereka mungkin nggak bakalan pergi."
Untuk menghadapi seseorang seperti pria berambut merah tadi, terkadang diperlukan sikap tegas agar maksudnya tersampaikan.
"Emm... Ootsuki-kun, kamu nggak keberatan, kan? Maksudku, aku bilang kalau kita pacaran..."
"Tentu aja enggak. Malahan, aku seneng."
"Beneran?!"
Ekspresi Ayaka yang sebelumnya dipenuhi kekhawatiran langsung berubah menjadi cerah.
"Beneran kok. Kalau itu bisa bantu, silakan aja dipake buat alasan ngindarin cowok-cowok kayak mereka."
"Ka-kalau gitu... itu... emm... nggak jadi deh."
Ayaka yang sempat hendak mengatakan sesuatu tiba-tiba mengurungkan niatnya. Haruto menatapnya dengan bingung.
"Kenapa? Kalau pengen bilang sesuatu, bilang aja, nggak usah sungkan."
"...Apa boleh?"
"Iya boleh."
"...Kalau gitu, bisa kita... pegangan...... tangan?"
Ucap Ayaka dengan suara pelan, wajahnya memerah hingga ke telinga.
"Pegangan tangan?"
Haruto tanpa sadar mengulang kata-kata itu, dan Ayaka mengangguk kecil.
"Kalau kamu nggak keberatan, Ootsuki-kun... aku pikir kita bakalan kelihatan lebih kayak pasangan. Kalau gitu, mungkin nggak ada lagi yang nyoba deketin kayak tadi."
"Ah... M-masuk akal."
Apa yang dikatakan Ayaka memang benar. Kalau mereka berpegangan tangan, orang lain akan langsung mengira mereka pasangan, dan itu mungkin cukup untuk mencegah hal seperti tadi terjadi lagi.
"Kamu nggak keberatan, Toujou-san?"
"Aku... enggak kok."
Jawab Ayaka dengan anggukan, lalu dia menambahkan dengan suara sangat kecil, nyaris seperti bisikan, "Kalau itu sama kamu, Ootsuki-kun".
"Kalau begitu... ayo pegangan tangan."
"Y-ya."
Mendengar jawaban Ayaka, Haruto dengan sedikit canggung mengulurkan tangannya. Ayaka pun merespon dengan mengulurkan tangannya.
Ketika tangan mereka bersentuhan untuk pertama kalinya, keduanya tersentak kecil dan refleks menarik tangan masing-masing.
"......"
"......"
Setelah saling bertukar pandang dalam diam, mereka dengan canggung mengalihkan pandangan. Namun, kali ini Haruto menguatkan tekadnya dan dengan cepat meraih tangan Ayaka.
Pada saat Haruto meraih tangannya, Ayaka sedikit terkejut, bahunya berkedut kecil, tetapi kali ini dia tidak menarik tangannya. Sebaliknya, dia perlahan menggenggam balik tangan Haruto. (TLN: Sangad-sangad lewwwwdddd. SENSORRR!!!)
"...Ah, popcorn-nya. Mau beli?"
Setelah menggenggam tangan Ayaka, Haruto baru teringat kalau dia sedang dalam antrean membeli popcorn. Dia menoleh ke arah Ayaka sambil memandang tangan mereka yang kini bergandengan.
Antrean di depan konter masih cukup panjang, dan jika mereka tetap berpegangan tangan sambil mengantre, mungkin akan mengganggu orang lain.
"...Nggak usah. Aku tidak mau... lepas gandengan."
Jawab Ayaka dengan suara semakin pelan, wajahnya kini memerah lebih dari sebelumnya.
"Ya udah..."
Sambil merasakan kalau wajahnya sendiri pasti juga memerah, Haruto dengan lembut menarik tangan Ayaka.
"Kalau gitu, ayo kita tonton filmnya."
"...Ya."
Ayaka mengikuti langkah Haruto dengan patuh, membiarkan dirinya dituntun dengan tangan yang bergandengan.
Melihat Ayaka yang begitu manis, Haruto merasa tatapan iri dari orang-orang di sekitarnya kini sama sekali tidak penting.
0 Komentar
Berkomentarlah seperti manusia yang beradab!