Kaji Daikou - 14

Atur ukuran font:

When I Started Working as a Part-Time Housekeeper, I Ended Up Being Liked by the Family of the Most Beautiful Girl in the School
Saat Aku Memulai Pekerjaan Layanan Rumah Tangga Paruh Waktu, Aku Berakhir Disukai oleh Keluarga Gadis Tercantik di Sekolah

https://ncode.syosetu.com/n8745if/14


Bab 14 - Perasaan Toujou Ayaka #4


Saat sedang berbelanja di supermarket dekat rumah karena diminta oleh mama, aku tak sengaja melihat Ootsuki-kun.

Melihatnya di luar pekerjaan asistensi rumah tangga membuat jantungku berdebar, dan aku spontan bersembunyi di balik rak-rak barang.

A-Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menyapanya?

Ootsuki-kun sudah dua kali datang ke rumah, jadi mungkin sekarang kami sudah cukup akrab untuk saling menyapa saat bertemu secara kebetulan... bukan?
Tapi bagaimana kalau ternyata Ootsuki-kun tidak berpikir hal yang sama denganku sama sekali dan malah berpikir, "Apa sih orang ini? Kok sok akrab banget?"

Uuh... aku tidak ingin itu terjadi...

Tapi, Ootsuki-kun bukan tipe orang yang seperti itu, kan? Dia baik hati, pasti dia akan tersenyum dan membalas sapaanku.

Aku mengintip dari balik rak untuk memperhatikan Ootsuki-kun. 
Dari tadi, dia tampak serius sekali menatap barang-barang di rak. 
Aku berharap mungkin dia akan melihatku lebih dulu dan menyapaku, tapi sepertinya dia terlalu fokus dengan apa yang di depannya, jadi kemungkinan itu terjadi kecil.

...Ootsuki-kun, ternyata dia bisa punya ekspresi seperti itu, ya.

Saat datang ke rumah untuk pekerjaan asistensi, Ootsuki-kun selalu memasang wajah yang tenang. Tapi sekarang, dia menatap tajam ke satu titik dengan ekspresi tegang.
Mengetahui sisi lain dari Ootsuki-kun yang belum pernah kulihat membuatku merasa sedikit senang.

Sambil memperhatikannya dari balik rak, tiba-tiba dia mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi seseorang dengan cepat. Namun, beberapa saat kemudian dia tampak sangat kecewa, menutup teleponnya, dan mengambil sebuah produk.

Apa itu... minyak wijen? Kenapa dia terlihat begitu sedih saat mengambil minyak wijen?

Aku masih bingung ketika Ootsuki-kun mulai berjalan dengan langkah berat, menunjukkan aura kesedihan dari punggungnya.

Apa yang trjadi? Kenapa Ootsuki-kun tampak begitu sedih?
Apa itu karena minyak wijen?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benakku. Aku menjadi sangat penasaran.


"Ootsuki-kun?"


Tanpa sadar, karena terlalu penasaran, aku keluar dari tempat persembunyianku di balik rak dan memanggilnya.

Aah! Apa yang kulakukan!? Aku sudah memanggilnya. Aku belum siap untuk ini...

Sambil panik, aku berusaha memikirkan cara untuk memulai percakapan yang alami dengan Ootsuki-kun.

"Hari ini cuacanya bagus, ya..." Ah, itu terlalu aneh. "Selamat siang, Ootsuki-kun..." itu terlalu, biasa, bukan? "Kamu lagi ngapain di sini?" ...yah ini kan supermarket, ya jelas lah dia berbelanja, kan... Lalu... "Bertemu di sini rasanya seperti takdir, ya!" ... itu pasti salah besar! Apa yang salah denganku ini!?

Saat aku sibuk bergelut dengan pikiranku, tiba-tiba Ootsuki-kun mengucapkan sesuatu yang membuatku makin bingung.


"Ah! Toujou-san! Kamu adalah dewiku!"

"Fweh!?"


Aku mengeluarkan suara aneh!

Eh? Dewi? Aku? Dewi bagi Ootsuki-kun?

Apa maksudnya?
Dewi apa? Dewi yang seperti di lukisan zaman dulu, berdiri di atas kerang atau yang memimpin rakyat sambil membawa bendera?


"Toujou-san! Ada sesuatu yang ku ingin minta darimu!"

"Y-ya!"


Ootsuki-kun menatapku dengan tatapan sangat serius. Apa yang harus kulakukan, rasanya detak jantungku semakin cepat.

…Eh! Tunggu sebentar! Ini… apa ini mungkin… pengutaraan cinta!?

Tunggu, tunggu, tunggu! Di sini? Di bagian bumbu dapur supermarket? Sambil memegang minyak wijen? Pengutaraan cinta dengan cara ini!?

A-apa yang harus kulakukan… Ini terlalu tiba-tiba sampai pikiranku tidak bisa fokus.

Te-tetapi, kalau dia mengutarakan cintanya, aku harus menolaknya dulu. Ya, aku harus menolaknya. Lalu aku akan bilang, mari kita mulai dari berteman dulu.


"Toujou-san! Tolong bantu aku membeli minyak wijen ini!"

"Ah, ya! Dengan senang hati!"


Bodohnya aku! Aku kan sudah memutuskan untuk menolaknya dulu! …Eh, tunggu? Minyak wijen? Maksudnya apa?


"Beneran!? Wah, makasih banyak! Aku tertolong."

"Ah, iya, sama-sama?"


Eh? Eh? Apa-apaan ini? Bantu membeli minyak wijen? Apa ini semacam kerja sama pertama pasangan suami istri? Atau ini semacam lamaran dengan minyak wijen?

Saat aku dalam kebingungan total, Ootsuki-kun, dengan wajah penuh kebahagiaan, menunjuk pada tulisan kecil di iklan yang menempel di rak minyak wijen.


"Minyak wijen ini cuma boleh dibeli satu per orang, jadi aku punya rencana minta tolong ke teman buat beli dua. Tapi, temanku nggak bisa datang, jadi aku hampir menyerah dan cuma membeli satu."

"Oh! Jadi begitu! …Benar juga ya. Satu per orang… Iya, benar. Aku bisa bantu beli satu untukmu, kan?"

"Iya, nanti aku bakal ganti."

"Oke, aku bakal bantu beliin."


Aku mengambil minyak wijen yang sedang diskon dan memasukkannya ke dalam keranjang belanjaanku.

…Malu banget!!!

Aku benar-benar salah paham! Apa-apaan tadi soal lamaran dengan minyak wijen! Mana mungkin ada yang seperti itu!! Bodohnya aku! Bodoh! Bodoh!

Ah… Aku rasa minyak wijen ini akan menjadi trauma bagiku.

Wajahku sekarang pasti memerah sampai ke telinga karena malu. Kalau bisa, aku tidak mau Ootsuki-kun melihat wajahku yang seperti ini.

Aku memalingkan wajah agar Ootsuki-kun tidak bisa melihatku.


"Ya ampun, bisa beli minyak wijen seharga 78 yen itu hal yang langka! Siapa tahu kapan lagi bisa dapat harga segini lagi, mungkin 80 tahun lagi."

"Minyak wijen seharga 78 yen itu murah banget ya."


Minyak wijen diskon ternyata sejarang komet Halley, ya. Apa itu sungguhan?

Sambil berpura-pura melihat rak minyak wijen, aku memalingkan wajah dan terus berbicara dengan Ootsuki-kun.


"Harga segini beneran keajaiban. Tahun ini pasti bakal menangin penghargaan Minyak Wijen Terbaik!"

"Penghargaan Minyak Wijen... fufu, apa itu, aku nggak ngerti." jawabku sambil tak tahan lagi dan tertawa kecil.


Ternyata Ootsuki-kun juga bisa bercanda seperti itu.

Sambil berpikir begitu, aku jadi penasaran seperti apa ekspresinya, dan aku mengintipnya dengan cepat dari sudut mataku.

Sekarang, Ootsuki-kun terlihat sangat bahagia, senyumnya lebar dan cerah, hampir seperti Ryouta yang riang gembira dengan polosnya.

Imutnya...

Biasanya, Ootsuki-kun tampak dewasa, tapi melihat senyumnya yang polos ini, tanpa sadar wajahku ikut tersenyum.

...Tapi, memanggil teman laki-laki sekelas 'imut' itu kan kurang sopan.

Ootsuki-kun pasti merasa tidak nyaman kalau dipikirkan 'imut' oleh anak perempuan seusianya.
Aku pun menekan perasaan itu kembali ke dalam diriku.


"Ngomong-ngomong, Toujou-san, kamu ke sini buat beli apa?"

"Eh? Ah, aku disuruh mama buat beli wasabi."

"Cuma wasabi?"

"Iya."

"Kalau gitu, waktu aku datang buat asistensi rumah, kamu bisa bilang aja, aku bisa belikan."


Ootsuki-kun menawarkanku itu, tapi aku menggeleng.


"Papa bilang, hari ini papa pengen Ootsuki-kun fokus masak makan malam aja."

"...? Apa ada permintaan khusus buat makan malam hari ini?"

"Iya, sebenarnya, hari ini papa pergi mancing, dan papa pengen kamu buat mengolah ikan yang papa tangkap."


Papa kadang-kadang pergi memancing sebagai hobi. Biasanya, papa malas membersihkan ikannya di rumah dan memberikannya ke teman-teman memancingnya.

Tapi kali ini, karena ada Ootsuki-kun, papa antusias membawa pulang semua ikan yang ditangkap.


"Ootsuki-kun bisa ngolah ikan, kan?"


Papa saking semangatnya sampai lupa menanyakan hal itu, tapi kalau ternyata Ootsuki-kun tidak bisa mengolah ikan, itu bisa jadi bencana.
Yah, meskipun aku yakin Ootsuki-kun bisa melakukannya, tapi ada juga orang yang tidak bisa menyentuh ikan. Mungkin saja Ootsuki-kun termasuk tipe orang yang satu ini.

Membayangkan Ootsuki-kun kebingungan dengan ikan yang melompat-lompat di atas talenan... Hmm, imut. Aku ingin lihat itu juga.


"Yah, tergantung jenis ikannya, tapi aku cukup tahu cara bersihin ikan secara dasar, jadi mungkin aku bisa ngolah. Ngomong-ngomong, kamu tahu ikan apa yang ditangkap?"

"Ah, iya. Tunggu bentar, ini ada di pesan dari Papa," jawabku.


Aku tersadar dari lamunan imajinasi yang hampir membuatku tersenyum sendiri. Cepat-cepat aku mengontrol ekspresi wajahku dan membuka aplikasi pesan untuk melihat riwayat percakapanku dengan Papa.


"Umm, ikannya ada ikan kuwe batu ekor kuning dan kurisi laut, terus... ini, gimana bacanya ya?"


Aku bingung melihat karakter kanji yang tidak biasa.

Ikan dengan karakter 'musim semi'. Hmm, rasanya pernah lihat tapi lupa. Sambil aku terus kebingungan, Ootsuki-kun menawarkan bantuan dari samping.


"Boleh aku lihat sebentar layarnya?"

"Iya," jawabku.


Saat aku mengangguk, Ootsuki-kun mendekat dan menoleh sedikit untuk melihat layar ponselku.


"Oh, ini 'tenggiri jepang (sawara)'."

"Oh, ikan yang ada kanji musim semi ini dibaca 'tenggiri jepang', ya."

"Iya, ikan ini sering keliatan mendekati pantai pas musim semi buat bertelur. Jadi, orang zaman dulu nyebutnya sebagai ikan yang menandakan datangnya musim semi, dan kanjinya juga dipilih buat mencerminkan itu."

"Begitu, ya. Ikan yang menandakan musim semi, kedengeran indah."


Dalam pikiranku, terbayang seekor ikan kecil yang imut berenang anggun di laut penuh bunga sakura yang berjatuhan.


"Meski gitu, ikan ini punya gigi yang tajam banget dan sering ngegigit putus tali pancing, jadi para pemancing suka kasih julukan 'tenggiri pemotong'." jelas Ootsuki-kun sambil tertawa kecil.


Bayanganku tentang sawara yang lucu seketika berubah menjadi gambaran ikan buas mirip piranha.


"Jadi, tenggiri jepang itu ikan yang menakutkan, ya?"

"Yah, itu ikan predator yang ukurannya besar, tapi rasanya luar biasa enak, lho. Selain jadi sashimi, dipanggang pakai miso juga enak banget. Dagingnya lembut, teksturnya kayak meleleh di mulut, rasanya bener-bener bisa bikin ketagihan deh."

"Waah, Ootsuki-kun banyak tahu ya."


Aku mengucapkan itu sambil menoleh ke arahnya, tapi langsung kembali menatap layar ponsel dengan cepat.

Duh, dekat banget! Wajah Ootsuki-kun tepat di sampingku!

Karena kami melihat layar yang sama, jarak wajah kami jadi sangat dekat.

Apa yang harus kulakukan...? Kalau aku tiba-tiba menjauh, Ootsuki-kun mungkin malah menyadari kalau aku jadi canggung. Tapi, apa Ootsuki-kun sendiri santai-santai saja dengan jarak sedekat ini, ya?

Sekarang kami begitu dekat hingga bahu kami hampir bersentuhan, benar-benar masuk ke zona pribadi masing-masing.

Perlahan, aku mencoba melirik ke arahnya tanpa dia sadari.

Oh, ternyata bulu mata Ootsuki-kun cukup panjang, ya. Melihat wajahnya dari dekat begini, rasanya seperti ada yang menarikku masuk... perasaan yang aneh.


"Ngomong-ngomong, di rumah Toujou-san ada gas burner nggak?"

"Hah!? Eh? Gas burner? Umm... kayaknya, nggak ada deh."


Astaga, aku kaget banget! Saat aku sedang memandangi profil wajah Ootsuki-kun, dia tiba-tiba menoleh ke arahku dan bicara. Jantungku hampir copot.


"Gas burner memang penting buat ngolah ikan?"


Semoga dia tidak sadar kalau aku tadi memandangi wajahnya.

Aku bertanya pada Ootsuki-kun dengan sedikit khawatir.


"Iya, buat ngolah sashimi tenggiri jepang butuh gas burner."

"Oh, gitu ya..."


Sepertinya aman, dia tidak menyadari kalau aku tadi sedang memperhatikannya.


"Kebetulan di sebelah supermarket ini ada toko perkakas, jadi aku mau mampir untuk beli gas burner di sana."

"Eh, boleh nggak aku ikut?"


Aduh! Aku bilang mau ikut tanpa berpikir panjang.


"Ke toko perkakas?"

"Iya, aku jarang banget ke toko seperti itu..."


Padahal, alasan sebenarnya sedikit berbeda.

Aku hanya ingin lebih lama bersama Ootsuki-kun. Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya, saat dia tidak sedang bekerja di rumah.

Kalau aku merasa seperti ini, apa itu berarti aku... suka Ootsuki-kun?

Tunggu, jangan terlalu cepat menyimpulkan! Mungkin aku hanya ingin jadi teman yang lebih dekat dengan Ootsuki-kun. Mungkin aku hanya senang bisa ngobrol dengan anak laki-laki seumuran secara normal, karena sebelumnya aku jarang punya kesempatan seperti ini.

Benar sih, kalau aku ingat-ingat, beberapa kali aku merasa deg-degan saat bersama Ootsuki-kun, tapi belum ada sesuatu yang benar-benar membuatku yakin kalau aku jatuh cinta... eh, tunggu!

Ingat nggak, saat aku salah paham dan berpikir kalau Ootsuki-kun bakal menyatakan perasaan tadi? Waktu itu dia bilang, "Bantu aku beli minyak wijen," dan aku langsung jawab, "Iya, dengan senang hati."

Kalau saat itu dia beneran menyatakan perasaan, berarti aku sudah setuju, kan? Eh? Apa ini artinya? Eh, gimana dong? Apa yang harus kulakukan!?

Perasaanku campur aduk, benar-benar seperti badai. Tapi Ootsuki-kun malah tersenyum padaku tanpa beban.


"Kalau begitu, ayo kita ke toko perkakas bersama."

"Y-ya. Terima kasih."


Dengan perasaan yang masih belum teratur, aku menunduk dan menjawab dengan suara pelan, tanpa berani menatap wajah Ootsuki-kun.



Kesan Ayaka tentang Haruto: Udahlah, aku nggak tahu lagi


DAME DESU YOOO~
SORE WA HARAM DESU!!!

Terima Kasih Telah Singgah!

Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak berupa komentar
Pertimbangkan pula untuk mendukung
Gabung ke Channel WhatsApp untuk informasi dan pembaruan
Bab Sebelumnya
Daftar Isi
Bab Selanjutnya

Posting Komentar

0 Komentar